Institusi Pendidikan Berpotensi Jadi Inkubator Praktik Korupsi

Institusi Pendidikan – Institusi pendidikan seringkali di elu-elukan sebagai tempat lahirnya generasi cerdas, berintegritas, dan bermoral tinggi. Namun, siapa sangka bahwa di balik tembok-tembok kampus dan ruang kelas yang megah, terselip praktik kotor yang merusak akar moral anak bangsa. Dunia pendidikan, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi, justru sering menjadi ladang subur bagi tumbuhnya praktik-praktik koruptif yang terstruktur, sistematis, dan di biarkan tumbuh tanpa kontrol.

Pungutan liar berkedok “sumbangan sukarela”, mark-up anggaran pembangunan kampus, hingga jual beli nilai menjadi fenomena yang tak asing lagi. Bahkan di sejumlah universitas ternama, pengangkatan dosen dan pejabat kampus di tentukan oleh kekuatan uang slot bet 400, bukan oleh kapabilitas akademik. Ini bukan sekadar gosip murahan—ini adalah kenyataan yang di suarakan lirih oleh para korban sistem yang bobrok.

Korupsi yang Di tutupi Jas Almamater

Ketika siswa atau mahasiswa di ajarkan teori antikorupsi di ruang kelas, banyak dari mereka tak sadar bahwa praktik sebaliknya justru sedang berlangsung di ruang dosen, kantor rektorat, bahkan di dalam rapat-rapat senat akademik. Ironi ini menciptakan konflik moral yang mendalam. Bagaimana mungkin mahasiswa di ajak menjadi agen perubahan jika mereka justru menyaksikan gurunya melakukan manipulasi laporan keuangan atau menerima amplop untuk meloloskan skripsi?

Lebih parah lagi, beberapa kampus justru menjadi ‘laboratorium gelap’ tempat calon-calon pejabat masa depan belajar cara menyiasati sistem. Praktik-praktik seperti plagiat berjemaah, kongkalikong proyek penelitian, hingga pemalsuan data akademik menjadi hal yang di maklumi bahkan di benarkan athena168, selama di lakukan dengan rapi.

Diamnya Institusi, Matinya Harapan

Celakanya, ketika skandal-skandal ini terbongkar, institusi pendidikan sering memilih bungkam. Budaya tutup mulut dan saling melindungi pejabat kampus telah menjadi norma tak tertulis. Alih-alih dibenahi, para pelaku justru naik jabatan, sementara mereka yang bersuara diberi label “pembangkang” atau “pengganggu harmoni kampus”. Sikap inilah yang memperkuat persepsi bahwa pendidikan bukan lagi soal pencerdasan, melainkan tentang kekuasaan dan keuntungan.

Jika dunia pendidikan sudah tercemar, ke mana lagi kita berharap lahirnya generasi antikorupsi? Ketika integritas di korbankan demi kenyamanan segelintir elit kampus, maka jelas bahwa institusi pendidikan sedang menyiapkan panggung megah bagi lahirnya koruptor-koruptor baru. Mereka bukan belajar menghancurkan korupsi, tapi justru sedang di gembleng untuk menjadi bagian dari mesin perusak itu sendiri.

Baca juga: https://profitcoachingacademy.com/

Sudah saatnya publik membuka mata. Dunia pendidikan tidak bisa lagi di anggap steril dari praktik kotor. Justru di sanalah akar penyakit bangsa ini sedang di pelihara, dengan baju formal dan gelar akademik sebagai topengnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *